Pengacara Perceraian

Jl. Wolter Monginsidi No.73 RT.01 / RW.04 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12180

Layanan Konsultasi

Untuk berkonsultasi silahkan tekan nomor telpon: (021) 7215-948 atau 0813 1001 1161 atau tekan tombol dibawah ini.

Chat Whatsapp
Telpon

layanan konsultasi via chat & phone: (021) 7215-948 & 0813-1001-1161

Prosedur Cara Mengajukan Cerai Untuk Pihak Istri

Prosedur Cara Mengajukan Cerai Untuk Pihak Istri

Prosedur cara mengajukan cerai untuk pihak istri (tata cara/syarat untuk mengajukan gugatan cerai istri kepada suami) ini berhubungan dengan dokumen dan surat-surat yang harus anda siapkan.

Jika Anda (Istri) berpikir bahwa rumah tangga Anda tak bisa dipertahankan lagi selanjutnya memutuskan untuk mengajukan gugatan perceraian, tindakan pertama yang bisa dilakukan ialah dengan cara mendaftarkan Gugatan Perceraian.

Teruntuk anda pemeluk agama Islam, gugatan ini dapat utarakan di Pengadilan Agama (Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan).

Tata Cara/Syarat Mengajukan Surat Cerai Istri Kepada Suami

Tata Cara/Syarat Mengajukan Surat Cerai Istri Kepada Suami ini dapat anda catat agar anda bisa mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang anda butuhkan.

Dimana Gugatan Perceraian Itu Anda Ajukan?

Jika anda yang mendaftarkan gugatan cerai, itu artinya anda merupakan pihak Penggugat selanjutnya suami anda kemudian disebut dengan Tergugat.

  1. Buat mengajukan gugatan cerai, anda atau pengacara perceraian anda (bilamana anda memakai pengacara perceraian) mengunjungi Pengadilan Agama (PA) di lokasi dimana anda menetap
  2. Bilamana anda menetap di Luar Negeri, gugatan cerai didaftarkan di Pengadilan Agama dimana suami anda menetap
  3. Bilamana anda dan suami keduanya menetap di luar negeri, berarti pengajuan perceraian didaftarkan ke Pengadilan Agama di lokasi tempat anda berdua melangsungkan pernikahan dulu, ataupun ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat (yang mana termaktub pada: Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama)

Alasan dalam Pengajuan Perceraian

Alasan yang bisa dibuat menjadi dasar pengajuan perceraian di Pengadilan Agama yaitu:

  1. Suami anda terbukti sudah melakukan aniaya seperti: zina, mabuk-mabukan, berjudi dan lainnya;
  2. Suami anda telah meninggalkan anda setidaknya dua tahun secara terus menerus tanpa ada izin maupun agrumen yang terang dan valid, hal ini berarti: suami anda dengan secara sadar atau sengaja meninggalkan anda
  3. Suami anda terkena sangsi hukuman penjara selama lima tahun atau lebih sesudah pernikahan terjadi
  4. Suami anda berlaku kejam dan kerap menganiaya diri anda baik secara fisik maupun non fisik (memukul dan menista)
  5. Suami tidak bisa menunaikan kewajibannya sebagai suami dikarenakan cacat fisik maupun penyakit yang menderanya
  6. Terjadi keributan atau pertikaian terus menerus tanpa adanya jalan keluar untuk kembali hidup rukun
  7. Suami anda secara sengaja secara sah telah melanggar taklik-talak yang diucapkannya sewaktu melangsungkan ijab-kabul
  8. Suami berganti agama alias murtad yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
    (Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975)

Saksi dan Bukti

Anda maupun pengacara perceraian anda wajib memberi bukti di pengadilan yang berisi kebenaran daripada alasan yang telah anda ajukan tersebut menggunakan:

  1. Copy Putusan Pengadilan, andai alasan yang digunakan ialah suami terkena hukuman penjara selama 5 tahun atau lebih (pasal 74 UU No. 7/1989 jo KHI pasal 135).
  2. Surat dari pemeriksaan ahli (Dokter) atas perintah yang berasal dari pengadilan, bilamana alasan Anda mengajukan cerai karena suami terkena cacat fisik maupun penyakit yang mengakibatkan tidak sanggup menyempurnakan kewajibannya (pasal 75 UU 7/1989)
  3. Pengakuan daripada saksi, entah itu yang datang dari keluarga maupun orang terdekat yang tahu persis berlangsungnya pertikaian antara anda dan suami anda (pasal 76 UU 7/1989 jo pasal 134 KHI).

Dokumen yang Wajib Anda siapkan

  1. Surat Nikah asli
  2. Foto copy Surat Nikah 2 (dua) lembar, masing-masing diberi materai, lalu dilegalisir
  3. Foto copy Akte Kelahiran anak-anak (jika mempunyai anak), diberi materai, dan dilegalisir
  4. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) teranyar dari Penggugat (istri)
  5. Foto copy Kartu Keluarga (KK)

Andaikata bersamaan dengan pengajuan perceraian didaftarkan kemudian anda melakukan gugatan yang menyangkut harta bersama, maka wajib menyiapkan bukti surat kepemilikannya misalnya:

  1. Surat sertifikat tanah (jika sertifikat tana diatasnamakan penggugat atau pemohon)
  2. Surat BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)
  3. Surat STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) tuk kendaraan bermotor
  4. Kuitansi berupa surat jual-beli
  5. Dan lain sebagainya.

Karenanya, benar-benar penting untuk meletakkan surat penting yang anda punyai di dalam tempat yang aman.

Isi Surat Pengajuan Perceraian

  1. Identitas kedua belah pihak (Penggugat dan Tergugat) maupun persona standi in judicio, yang berisi nama suami anda dan diri anda sendiri yang lengkap dengan bin-binti, usia, alamat, hal tersebut termaktub dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989. Identitas para pihak ini pun dilengkapi dengan informasi yang berhubungan dengan agama, profesi serta status kewarganegaraan
  2. Posita (alasan mengapa menggugat) Dinamakan pula dengan Fundamentum Petendi, yang berisi deskripsi berbentuk kronologis (urutan peristiwa) semenjak mulai pernikahan anda dengan suami anda diselenggarakan, kejadian hukum yang datang (umpamanya: kelahiran anak), sampai timbulnya pertikaian diantara anda dan suami yang memaksa munculnya perceraian, dengan alasan yang mohonkan dan keterangannya yang kelak menjadi basik tuntutan (petitum). Contoh posita itu adalah:
    1. Bahwa di tanggal xxx telah diselenggarakan pernikahan antara pihak penggugat dan pihak tergugat di xxx
    2. Bahwa dari pernikahan itu telah lahir xxx (jumlah) anak yang bernama xxx lahir di xxx pada tanggal xxx
    3. Bahwa selama perkawinan antara penggugat dan tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran sebagai berikut…
    4. Bahwa berlandaskan alasan diatas patut bagi penggugat mendaftarkan gugatan cerai dan seterusnya

Petitum (tuntutan hukum)

Yakni tuntutan yang kemukakan oleh Istri selaku pihak Penggugat supaya dikabulkan oleh hakim (pasal 31 PP No 9/1975, Pasal 130 HIR).

Bentuk tuntutan itu misalnya:

  1. Menerima & mengabulkan tuntutan pihak penggugat untuk semuanya
  2. Menyatakan pernikahan antara pihak penggugat dan pihak tergugat resmi putus sebab perceraian semenjak dijatuhkannya vonis oleh hakim;
  3. Menyatakan pihak penggugat mempunyai hak atas hak pemeliharaan anak serta mempunyai hak atas nafkah dari pihak tergugat terhitung sejak tanggal xxx dengan jumlah Rp xx perbulan hingga pihak penggugat melangsungkan pernikahan lagi
  4. Mengharuskan pihak tergugat mengeluarkan biaya pemeliharaan (bila anak belum cukup umur) mulai sejak xxx dengan jumlah Rp xx perbulan hingga anak mandiri/dewasa;
  5. Menyatakan bila harta berbentuk xx yang merupakan harta bersama (gono-gini) jadi hak pihak penggugat xxx
  6. Menghukum pihak penggugat melunasi biaya perkara sebesar xxx dan seterusnya

Gugatan Provisional (pasal 77 dan 78 UU No.7/89)

Sebelum putusan final ketuk hakim, bisa utarakan pula tuntutan provisional di Pengadilan Agama untuk hal yang membutuhkan kepastian segera, contohnya:

  1. Memberi ijin kepada istri tuk tinggal terpisah dengan suami. Ijin bisa diberi untuk meminimalisir bahaya yang bisa muncul andai suami-istri yang mengajukan cerai masih tinggal bersama.
  2. Memutuskan biaya hidup/nafkah untuk istri dan anak yang semestinya diberikan oleh suami
  3. Memutuskan perkara lain yang dibutuhkan untuk menggaransi pemeliharaan dan edukasi anak-anak
  4. Memutuskan perkara yang patut bagi terpeliharanya perabotan yang jadi harta bersama (gono-gini) ataupun barang-barang yang termasuk harta bawaan masing-masing pihak sebelum pernikahan dulu.

Prosedur cara mengajukan cerai untuk pihak istri (tata cara/syarat untuk mengajukan gugatan cerai istri kepada suami) ini berhubungan dengan dokumen dan surat-surat yang harus anda siapkan.

Jika Anda (Istri) berpikir bahwa rumah tangga Anda tak bisa dipertahankan lagi selanjutnya memutuskan untuk mengajukan gugatan perceraian, tindakan pertama yang bisa dilakukan ialah dengan cara mendaftarkan Gugatan Perceraian.

Teruntuk anda pemeluk agama Islam, gugatan ini dapat utarakan di Pengadilan Agama (Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan).

Tata Cara/Syarat Mengajukan Surat Cerai Istri Kepada Suami

Tata Cara/Syarat Mengajukan Surat Cerai Istri Kepada Suami ini dapat anda catat agar anda bisa mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang anda butuhkan.

Dimana Gugatan Perceraian Itu Anda Ajukan?

Jika anda yang mendaftarkan gugatan cerai, itu artinya anda merupakan pihak Penggugat selanjutnya suami anda kemudian disebut dengan Tergugat.

  1. Buat mengajukan gugatan cerai, anda atau pengacara perceraian anda (bilamana anda memakai pengacara perceraian) mengunjungi Pengadilan Agama (PA) di lokasi dimana anda menetap
  2. Bilamana anda menetap di Luar Negeri, gugatan cerai didaftarkan di Pengadilan Agama dimana suami anda menetap
  3. Bilamana anda dan suami keduanya menetap di luar negeri, berarti pengajuan perceraian didaftarkan ke Pengadilan Agama di lokasi tempat anda berdua melangsungkan pernikahan dulu, ataupun ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat (yang mana termaktub pada: Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama)

Alasan dalam Pengajuan Perceraian

Alasan yang bisa dibuat menjadi dasar pengajuan perceraian di Pengadilan Agama yaitu:

  1. Suami anda terbukti sudah melakukan aniaya seperti: zina, mabuk-mabukan, berjudi dan lainnya;
  2. Suami anda telah meninggalkan anda setidaknya dua tahun secara terus menerus tanpa ada izin maupun agrumen yang terang dan valid, hal ini berarti: suami anda dengan secara sadar atau sengaja meninggalkan anda
  3. Suami anda terkena sangsi hukuman penjara selama lima tahun atau lebih sesudah pernikahan terjadi
  4. Suami anda berlaku kejam dan kerap menganiaya diri anda baik secara fisik maupun non fisik (memukul dan menista)
  5. Suami tidak bisa menunaikan kewajibannya sebagai suami dikarenakan cacat fisik maupun penyakit yang menderanya
  6. Terjadi keributan atau pertikaian terus menerus tanpa adanya jalan keluar untuk kembali hidup rukun
  7. Suami anda secara sengaja secara sah telah melanggar taklik-talak yang diucapkannya sewaktu melangsungkan ijab-kabul
  8. Suami berganti agama alias murtad yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
    (Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975)

Saksi dan Bukti

Anda maupun pengacara perceraian anda wajib memberi bukti di pengadilan yang berisi kebenaran daripada alasan yang telah anda ajukan tersebut menggunakan:

  1. Copy Putusan Pengadilan, andai alasan yang digunakan ialah suami terkena hukuman penjara selama 5 tahun atau lebih (pasal 74 UU No. 7/1989 jo KHI pasal 135).
  2. Surat dari pemeriksaan ahli (Dokter) atas perintah yang berasal dari pengadilan, bilamana alasan Anda mengajukan cerai karena suami terkena cacat fisik maupun penyakit yang mengakibatkan tidak sanggup menyempurnakan kewajibannya (pasal 75 UU 7/1989)
  3. Pengakuan daripada saksi, entah itu yang datang dari keluarga maupun orang terdekat yang tahu persis berlangsungnya pertikaian antara anda dan suami anda (pasal 76 UU 7/1989 jo pasal 134 KHI).

Dokumen yang Wajib Anda siapkan

  1. Surat Nikah asli
  2. Foto copy Surat Nikah 2 (dua) lembar, masing-masing diberi materai, lalu dilegalisir
  3. Foto copy Akte Kelahiran anak-anak (jika mempunyai anak), diberi materai, dan dilegalisir
  4. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) teranyar dari Penggugat (istri)
  5. Foto copy Kartu Keluarga (KK)

Andaikata bersamaan dengan pengajuan perceraian didaftarkan kemudian anda melakukan gugatan yang menyangkut harta bersama, maka wajib menyiapkan bukti surat kepemilikannya misalnya:

  1. Surat sertifikat tanah (jika sertifikat tana diatasnamakan penggugat atau pemohon)
  2. Surat BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)
  3. Surat STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) tuk kendaraan bermotor
  4. Kuitansi berupa surat jual-beli
  5. Dan lain sebagainya.

Karenanya, benar-benar penting untuk meletakkan surat penting yang anda punyai di dalam tempat yang aman.

Isi Surat Pengajuan Perceraian

  1. Identitas kedua belah pihak (Penggugat dan Tergugat) maupun persona standi in judicio, yang berisi nama suami anda dan diri anda sendiri yang lengkap dengan bin-binti, usia, alamat, hal tersebut termaktub dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989. Identitas para pihak ini pun dilengkapi dengan informasi yang berhubungan dengan agama, profesi serta status kewarganegaraan
  2. Posita (alasan mengapa menggugat) Dinamakan pula dengan Fundamentum Petendi, yang berisi deskripsi berbentuk kronologis (urutan peristiwa) semenjak mulai pernikahan anda dengan suami anda diselenggarakan, kejadian hukum yang datang (umpamanya: kelahiran anak), sampai timbulnya pertikaian diantara anda dan suami yang memaksa munculnya perceraian, dengan alasan yang mohonkan dan keterangannya yang kelak menjadi basik tuntutan (petitum). Contoh posita itu adalah:
    1. Bahwa di tanggal xxx telah diselenggarakan pernikahan antara pihak penggugat dan pihak tergugat di xxx
    2. Bahwa dari pernikahan itu telah lahir xxx (jumlah) anak yang bernama xxx lahir di xxx pada tanggal xxx
    3. Bahwa selama perkawinan antara penggugat dan tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran sebagai berikut…
    4. Bahwa berlandaskan alasan diatas patut bagi penggugat mendaftarkan gugatan cerai dan seterusnya

Petitum (tuntutan hukum)

Yakni tuntutan yang kemukakan oleh Istri selaku pihak Penggugat supaya dikabulkan oleh hakim (pasal 31 PP No 9/1975, Pasal 130 HIR).

Bentuk tuntutan itu misalnya:

  1. Menerima & mengabulkan tuntutan pihak penggugat untuk semuanya
  2. Menyatakan pernikahan antara pihak penggugat dan pihak tergugat resmi putus sebab perceraian semenjak dijatuhkannya vonis oleh hakim;
  3. Menyatakan pihak penggugat mempunyai hak atas hak pemeliharaan anak serta mempunyai hak atas nafkah dari pihak tergugat terhitung sejak tanggal xxx dengan jumlah Rp xx perbulan hingga pihak penggugat melangsungkan pernikahan lagi
  4. Mengharuskan pihak tergugat mengeluarkan biaya pemeliharaan (bila anak belum cukup umur) mulai sejak xxx dengan jumlah Rp xx perbulan hingga anak mandiri/dewasa;
  5. Menyatakan bila harta berbentuk xx yang merupakan harta bersama (gono-gini) jadi hak pihak penggugat xxx
  6. Menghukum pihak penggugat melunasi biaya perkara sebesar xxx dan seterusnya

Gugatan Provisional (pasal 77 dan 78 UU No.7/89)

Sebelum putusan final ketuk hakim, bisa utarakan pula tuntutan provisional di Pengadilan Agama untuk hal yang membutuhkan kepastian segera, contohnya:

  1. Memberi ijin kepada istri tuk tinggal terpisah dengan suami. Ijin bisa diberi untuk meminimalisir bahaya yang bisa muncul andai suami-istri yang mengajukan cerai masih tinggal bersama.
  2. Memutuskan biaya hidup/nafkah untuk istri dan anak yang semestinya diberikan oleh suami
  3. Memutuskan perkara lain yang dibutuhkan untuk menggaransi pemeliharaan dan edukasi anak-anak
  4. Memutuskan perkara yang patut bagi terpeliharanya perabotan yang jadi harta bersama (gono-gini) ataupun barang-barang yang termasuk harta bawaan masing-masing pihak sebelum pernikahan dulu.
[scorg_shortcode id="3011"]
Developed by: TriHarda

Layanan Konsultasi