layanan konsultasi via chat & phone: (021) 7215-948 & 0813-1001-1161
Hak Waris Anak Tiri Menurut Hukum Islam - Anak tiri adalah anak salah seorang suami atau isteri sebagai hasil perkawinannya dengan isteri atau suaminya yang terdahulu, yang secara hukum memiliki hubungan dengan perkawinan baru yang sah oleh ayah atau ibunya, dimana anak bawaan suami atau istri berstatus sebagai anak tiri dalam keluarga atau perkawinan yang baru ayah atau ibunya. Pada dasarnya anak tiri hanya memiliki hubungan kewarisan dan keperdataan dengan orang tua sedarah.
Dalam Pasal 5 UU No 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa adanya hubungan dengan orang tua sedarah tersebut dibuktikan dengan akta kelahirann yang otentik yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam, anak tiri bukanlah ahli waris. Hal ini tercantum, dalam Pasal 171 KIH yang artinya ia tidak dapat saling mewarisi antara dengan orang tua tirinya. Apabila dianalisis ketentuan hukum waris Islam, yang menjadi sebab seseorang itu mendapatkan warisan atau menjadi ahli waris dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Seorang anak tiri dengan orang tua tiri tidak ada hubungan kewarisan, akan tetapi sebagai pengukuhan dari Lembaga pengangkatan anak, pada prakteknya Kompilasi Hukum Islam mewajibkan agar orang tua tiri memberi wasiat walaupun orang tua tiri tidak mewasiatkan kepada anak tiri tersebut. Anak tiri tidak secara langsung termasuk golongan ahli waris menurut hukum islam, akan tetapi bukan berarti anak tiri tidak bisa mendapatkan warisan. Saat telah terjadi perkawinan yang sah, maka secara hukum anak tiri atau anak bawaan telah memiliki hubungan hukum dengan keluarga baru nya.
Adanya upaya pembaharuan hukum yang dilakukan dengan memberikan wasiat kepada anak luar nikah adalah pembaharuan yang sifatnya terbatas, yaitu dengan tetap mendudukan posisi ahli waris anak luar nikah sebagai orang yang terhalang untuk mendapatkan warisan karena bukan anak sah, tetapi mereka tetap mendapatkan bagian dari harta peninggalan saudara kandungnya yang muslim adalah dengan jalan wasiat.
Sistem hukum yang berlaku saat ini di Indonesia masih adanya pluralitas hukum tentang kewarisan, yang memungkinkan seorang anak luar nikah dapat mewarisi dari pewaris muslim, tetapi sangat tertutup bagi ahli waris muslim untuk mendapatkan warisan dari pewarisnya yang anak luar nikah. Wasiat yang diberikan kepada anak cucu, anak angkat dan orang tua angkat yang diatur dalam KHI berbeda dengan wasiat yang diberikan untuk anak luar nikah.
Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan hibah wasiat antara lain terdiri dari:
Apabila ternyata ada hibah wasiat yang melebihi sepertiga dari harta peninggalan, maka diselesaikan dengan salah satu cara sebagai berikut:
Hal ini juga telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, Pasal 201, yang berbunyi “Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisannsedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta warisnya”
Hak Waris Dalam KUHPerdata
Hukum waris bagi yang beragama islam diatur dalam KHI, sedangkan bagi yang tidak beragama islam diatur dalam KUH Perdata. Sistem kewarisan yang tertuang dalam BW atau KUH Perdata yang menganut sistem individual, dimana setelah pewris meninggal dunia maka harta peninggalan pewearis haruslah segera dilakukan pembagian kepada ahli waris. Sistem kewarisan menurut KUH Perdata mengikut pada sistek keluarga inti dengan pembagian harta secara individual. Pokok-pokok kewarisan yang diatur dalam hukum perdata dalam PAsal 1066 KUH Perdata, hal-hal yang ditentukan yaitu Prof Ali Afandi dalam buku nya menyebutkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) mengadakan 3 penggolongan terhadap anak-anak:
Ali Afandi menegaskan bahwa hukum waris dari anak yang lahit diluar kawin tapi daikui oleh ayah dana tau inu, hanya terdapat antara ia sendiri dengan orang tua yang mengakuinya
Menurut KUH Perdata pasal 832 dan pasal 899 maka cara mendapatkan warisan adalah dengan :
Jika pewaris dan ahli waris sama meninggal tanpa dapat diketahui siapa yang lebih dahulu meninggal, mereka dianggap meninngaal pada saat yang sama dan diantara mereka tidak terjadi saling mewaris (Pasal 831 dan 894 KUH Perdata). Jika semua golongan tidak ada, maka harta warisan ini jatuh pada negara yang wajib melunasi utang-utang pewaris sekadar harta warisan itu mencukupi.
Dalam hal ini pemilik kekayaan membuat wasiat dimana para ahli warisnya ditunjuk dalam suatu wasiat/testemen. Surat wasiat atau testamen adalah suatu pernyataan tentang apa yang dikehendaki oleh si pewaris. Surat wasiat berlaku setelah pembuat wasiat meninggal dunia dan tidak dapat ditarik kembali.Dalam kasus hak waris bagi anak tiri, menurut KUH Pedata maka anak tiri bisa mendapatkan harta warusan dengan cara testamentair.
Layanan Konsultasi