layanan konsultasi via chat & phone: (021) 7215-948 & 0813-1001-1161
Anak merupakan subjek hukum yang patut diperhatikan baik atas perkembangan fisik dan psikologisnya. Hal ini bukanlah tanpa alasan, mengingat kelompok anak merupakan cikal bakal penerus atas suatu negara dan berperan penting dalam majunya perkembangan dari negara tersebut. Negara maju adalah negara yang memiliki sumber daya manusia yang baik, berkompeten, dan tangguh untuk menghadapi persaingan. Kewajiban negara dalam melindungi hak-hak anak juga diatur dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Selanjutnya disebut sebagai “UU Perlindungan Anak”),
“Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.”
Dimasa dewasa ini, dengan maraknya kasus perceraian yang terjadi dimasyarakat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap aspek pertumbuhan sang anak. Diusia sang anak yang dapat dikatakan belum dewasa, perhatian dan kasih sayang dari orang tua menjadi esensi yang penting dan berpengaruh dalam proses perkembangan anak tersebut. Walaupun hubungan perkawinan antara sang ibu dan sang ayah sudah berakhir didepan meja pengadilan, tidak menghentikan kewajiban dari para orang tua tersebut dalam memberikan kasih sayang kepada sang anak, karena sebagaimana yang diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan yang mengatur akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah
(1) Baik ibu atau ayah tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
(2)Ayah yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana ayah dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
(3)Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Pada dasarnya, setelah terjadinya perceraian maka atas hak asuh anak akan diberikan kepada salah satu pihak orang tua dengan tanpa menghilangkan hak pihak yang lain untuk menemui dan mencurahkan kasih sayang kepada anak tersebut. Ketentuan pemberian hak asuh anak ini adalah bahwasannya apabila sang anak masih dibawah usia 12 tahun maka hak asuh anak akan diberikan kepada sang ibu dan setelah sang anak mencapai usia 12 tahun maka sang anak dapat memilih ingin diasuh oleh sang ibu atau dengan sang ayah.
Ketentuan mengenai pemberian hak asuh anak kepada sang ibu Ketika sang anak masih dibawah usia 12 tahun dikarenakan Ibulah orang yang telah melahirkan anak tersebut, yang mampu mengurus segala kebutuhan si anak, dan dirasa memiliki keterikatan kuat dengan anaknya. Walaupun demikian, hak asuh anak yang ditetapkan kepada sang ibu dapat beralih kepada sang ayah apabila sang ibu melakukan tindakan kejahatan atau sang ibu meninggal dunia.
Tindakan-tindakan sang ibu yang dapat mengakibatkan dipindahkannnya hak asuh anak kepada sang ayah dalah Ketika sang ibu terbukti tidak memberikan contoh yang baik kepada sang anak dengan melakukan tindak pidana dan tidak cakap untuk menjadi seorang ibu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 156 huruf c KHI, bahwa seorang ibu bisa kehilangan hak asuh terhadap anaknya sekalipun si anak masih berusia di bawah 12 tahun apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula. Sehingga apabila terjadi demikian, sang ayah dapat mengajukan permohonan perpindahaan atas hak asuh anak kepada pengadilan supaya hak asuh anak jatuh pada sang ayah.
Dasar hukum:
Layanan Konsultasi